Penulis: Penikmat Kopi Hujan
Denbagus.co—Ada ga maling uang rakyat yang ngaku? Ga bakalan pernah ada. Kalau ada, tentu sudah penuh sel tahanan polisi. Lah, artinya maling aja mengambil secara sembunyi-sembunyi. Paling kalau ketahuan cukup cari alasan.
Beda lagi kalau menonton film Robin Hood yang maling uang pejabat demi rakyatnya. Nah ini, kalau yang dimalingnya uang rakyat secara berjamaah demi ingin jadi pejabat, itu ada film apa?
Mungkin inilah yang bakal menjadi inspirasi membuat film dan catatan sejarah di Kabupaten Solok.
Desember yang seharusnya ditutup dengan memori indah justru menjadi kelabu.
Jika Amerika punya Guns n’ Roses dengan lagu November Rain, Kabupaten Solok bisa mendengar suara Yuni Shara dengan lagunya Desember Kelabu.
Salah satu liriknya yang pas dengan kondisi itu adalah “menusuk di hati terasa oh nyeri”. Ya, nyeri bagi pejabat maling uang rakyat miliaran rupiah yang ketahuan massa.
Ingat, pemuda di Kabupaten Solok kritis. Ia tak mau nagarinya dirampok secara berjamaah oleh orang-orang berambisi demi perut, dan kursi empuknya.
Tanah subur yang dijaga sejak nenek moyangnya itu kini digoncang oleh segerombolan pejabat yang menjadi penjahat. Pejabat atau politisi yang dulu mengemis-ngemis minta suara agar bisa duduk ruang ber-AC itu kini jadi pengkhinat.
Orang seperti ini dalam istilah di Minangkabau, lah tacoreang arang di kaniang, alias bikin malu. Namun, namanya maling apalagi berdasi bisa saja pakai topeng, atau memang bermuka tebal.
Uang miliaran rupiah yang seharusnya dirasakan masyarakat kecil justru ia makan bersama-sama, sambil berkaraoke ria di Pekanbaru dan lokasi jauh yang tidak terpantau oleh masyarakatnya.
Lalu bagaimana cara mendapatkan uang haram itu? Cukup lakukan mark up dan fiktif, udah bisa beli mobil, atau modal untuk mencari suara masyarakat biar bisa duduk di kursi empuk lagi.
Bayangkan, miliaran rupiah uang rakyat itu jika digunakan dengan tepat bisa dirasakan dengan warga miskin dengan cara bedah rumah, sanitasi, irigasi, kebutuhan kesehatan, dan sekolah.
Betapa senangnya mereka kaum miskin itu mendapatkan bantuan dari uang itu. Doa-doa terbaik mungkin ia lantunkan ke ujung langit sebagai bentuk terima kasihnya. Betapa mulianya jika itu dilakukan.
Periku biadab inilah yang membuat muak pemuda. Mereka lelah mendengar akrobat politisi busuk sok berjubah malaikat di tengah masyarakat. Sok membela masyarakat, padahal maling.
Semua orang tahu, tak ada satu pun yang pernah ia perbuat untuk nagarinya selain membual.
Dan berbanggalah. Ribuan pemuda sudah memulai gerakannya dengan turun ke jalan. Orasi dan teriakan maling pun menggema di depan sarang maling.
Mereka meminta para maling uang rakyat segera bertaubat sebelum terjadi peradilan jalanan, seperti banyak terjadi di berita-berita kriminal.
Gerakan pemuda kian berkobar. Bikin para maling mulai gentar.
Satu persatu, para maling mulai panik. Tak terima diburu karena maling. Kini si maling melapor ke polisi, bukan menyerahkan diri. Tapi ingin memenjarakan masyarakatnya.
Ada juga yang mengaku maling tapi sudah mengembalikan. Namun, ada juga yang pura-pura gila.
Apa pun alasannya, dan cara meredam gerakan pemuda. Maling uang rakyat akan tetap diburu. Seperti tikus berdasi yang lagi siap dinyayak petani.
Lalu sampai kapan perburuan tikus-tikus ini berlansung. Ya, selagi masih ada pemuda yang peduli dengan nagarinya tikus akan terus dibasmi. Baik dengan malakak kapalo atau pun membakar sarangnya.