Penulis: Penikmat Kopi Hujan
Denbagus.co—Pada 2014 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Pamekasan, Jawa Timur mengeluarkan ciri-ciri politisi busuk. Kampanye seperti ini bertujuan agar masyarakat mengenal seperti apa politisi yang menipu dan rakus.
Politisi ini harus diwaspadai. Dan ternyata politisi ini juga ditemukan di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Bedanya, politisi ini bermuka tebal bahkan menyamar jadi orang paling suci dan bersih.
Ciri-cirinya, jarang hadir rapat mewakili aspirasi masyarakatnya. Sekalinya hadir malah live di media sosial biar dibilang lagi kerja. Cimporong kata urang Pariaman.
Busuk memang. Apalagi ini ia mengaku paling terzalimi. Biar lebih dianggap serius kini tampil sok melawan kezaliman. Bukan aneh, tapi ini salah satu trik.
Gaya-gaya seperti ini menurut George K.Simon (1996) dalam bukunya In Sheep’s Clothing: Understanding and Dealing with Manipulative People, dijelaskan bahwa MANIPULATOR biasanya akan menampilkan diri sebagai korban yang dilakukan seseorang. Bahasa kerennya disebut playing victim.
Merasa paling menjadi korban,padahal untuk menutupi aibnya. Perilaku ini dikenal dilakukan oleh kaum Yahudi dalam mendirikan Negara Israel.
Bagi politisi ini membranding diri sebagai orang yang melawan kezaliman satu-satunya cara untuk menutupi kasus korupnya perilaku rakusnya memakan uang rakyat.
Betapa tidak, baju yang disediakan Negara untuk ia pakai mau ia makan dengan cara meminta kepada tukang jahit yang ditunjuk DPRD agar bisa dijadikan uang. “Dijadian se pitih baju tu baanyo pak” tulis si politisi dalam pesan whatsappnya ke tukang jahit. Menjijikan bukan?
Dan yang perlu diketahui masyarakat adalah, lembaga Negara yang bertugas memeriksa keuangan yakni Badan Pemeriksa Keungan (BPK) menyatakan ada temuan oleh politisi ini, yakni markup senilai Rp126,900,000 belum lagi temuan fiktif Rp39,630,000, dengan total Rp166,530,000.
Biadab tidak? Lalu sekarang muncul sebagai manusia paling bersih sok melawan kezaliman.
Resiko yang ia tanggung, si politisi ini terpaksa harus gadai mobil untuk mengembalikan uang rakyat tersebut. Kalau tidak mau bayar harus siap tangan terborgol.
Ga lucu kan, kalau harus diborgol. Branding diri jadi orang paling suci tentu hilang kalau harus ditangkap. Ya mending gadai aja mobil, sekalian modal maju lagi sebagai wakil rakyat.
Aturan pengembalian uang rakyat seperti ini sepertinya lumayan lunak, karena harus mengembalikan uang yang ia ambil itu ke negara. Politisi ini masih beruntung bukan KPK yang menjemputnya.
Masyarakat saat ini mulai cerdas dalam mencerna informasi, tidak mudah menelan langsung dari mulut politisi busuk.
Jika ada masyarakat yang masih membela politisi seperti ini, bisa jadi itu tim suksesnya, atau hanya orang yang sudah dibayar.
Jangankan warga, keluarganya jika tahu perilaku politisi yang selama bertopeng jubah, dengan jidat dikasih tompel agar dikira suci, dapat dipastikan akan dicoret dari kartu keluarga.
Masyarakat perlu diedukasi, jangan mudah dirayu hanya dengan pakaian berjubah tapi maling. Tanyakan perilakunya kepada kawannya di kantor, atau politisi yang mengenalnya. Dijamin, perilaku lainnya bakal dibongkar.
Perlu diwaspadai jika membela orang yang salah. Bisa masuk jurang kebohongan, yang berdampak pada tidak masuknya pembangunan di nagari. Karena termakan isu bohong, dan jualan dari mulut politisi busuk yang dibumbui dengan lawan kezaliman.
Perlu diingat, perilaku korupsi bukan hanya masalah hukum, korupsi adalah ancaman terhadap moralitas, keberlanjutan, dan merusak pondasi besar keadilan
Kabupaten Solok saat ini terus bangkit dengan perubahannya. Jangan sampai dikotori politisi korup,busuk yang tega menunggangi dan berladang di punggung warganya demi maju menjadi legislator.