Solok, Denbagus.co—Hebohnya gonjang ganjing terhadap dugaan kelalaian yang dilakukan oleh PT. Jaya Semanggi Enjiniring dalam pengerjaan proyek lanjutan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Solok hingga mengakibatkan tewasnya seorang pekerja dalam kecelakaan kerja, Sabtu (19/08/2023) lalu menuai sorotan tajam dari berbagai pihak.
Bermacam kecaman dilontarkan publik atas insiden yang mengejutkan tersebut, terutama pada kalangan pengusaha (Kontraktor), dan bahkan menjadi topik pembahasan bagi kalangan Praktisi Hukum Sumatera Barat karena kejadiannya merenggut nyawa pekerja.
Salah satunya dari seorang akademisi dan praktisi hukum Mevrizal, SH MH. Dia mendesak agar pihak berwajib (kepolisian) harus segera mengungkap kejadian itu dan korban mendapatkan perlakuan hukum yang wajar.
Dikatakannya, setiap kejadian atau peristiwa bisa saja terjadi karena 2 hal yakninya kejadian atau peristiwa tersebut terjadi karena faktor kesengajaan dan faktor ketidak sengajaan.
Seperti diketahui, bahwa setiap badan usaha atau pekerjaan konstruksi melalui jasa pihak ketiga jelas diatur dalam aturan perundang-undangan, termasuk dalam menerapkan Manajemen K3 agar para pekerja mendapat jaminan keselamatan apalagi bekerja pada ketinggian (gedung bertingkat).
Ketika sebuah perusahaan yang melengkapi Manajemen K3 tanpa menerapkannya dengan baik, ini bisa diindikasi kalau kecelakaan kerja yang terjadi ada unsur kesengajaannya karena ini merupakan sebuah kelalaian dari perusahaan.
“Jadi Kami minta pihak penegak hukum segera turun untuk cek TKP yang sudah merenggut nyawa pekerja, jika perlu melakukan investigasi terhadap kejadian yang memilukan ini, jika perlu hentikan pekerjaan sementara, sampai ada kejelasan kejadian yang sebenarnya” pintanya melalui telepon seluler, Selasa (22/08/2023).
Mevrizal juga mempertanyakan kepada Perusahaan PT. Jaya Semanggi Enjiniring sekaitan dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap seluruh pekerja.
“K3-nya di mana? Kepala teknik pekerjaannya kemana? Adakah pengawas K3 nya yang mengawasi? Manajemen resikonya bagaimana?,” tanya Mevrizal.
Selanjutnya, dia meminta kepada pihak perusahaan untuk melakukan peningkatan kapasitas dan pelatihan terhadap tenaga kerja sebelum memasuki wilayah kerja. Poin ini sudah menjadi tanggung jawab perusahaan terhadap korban kecelakaan kerja di wilayah perusahaan.
“Kita khawatir, perusahaan hanya sebatas kelengkapan administrasi diatas kertas, sementara disisi lain abai terhadap tenaga kerja,” ungkapnya.
Diketahui seharusnya setiap pengusaha atau pengurus wajib menerapkan K3 dalam bekerja di ketinggian. Penerapan K3 dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal, yakninya perencanaan yang dilakukan dengan cara tepat, aman serta diawasi, prosedur kerja untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian, teknik atau tatacara bekerja yang aman, APD, perangkat pelindung jatuh serta mempekerjakan tenaga kerja yang berkompeten.
“PT. Jaya Semanggi Enjiniring diduga kurang mempedomani posedur K3 sebagaimana yang termasuk dalam Permenaker No 09 Tahun 2016, bahwa bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cidera atau meninggal dunia,“ jelasnya.
Selanjutnya, Atas kasus kecelakaan kerja yang terjadi di proyek Lanjutan Pembangunan RSUD Kota Solok itu, Mevrizal .SH.MH berulang menegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan pekerjaan di tempat kerja, baik jatuh maupun serangan jantung tetap saja namanya kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian seseorang. Makanya dalam hal ini pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan atau investigasi terkait hal tersebut apakah ini kelalaian korban atau kelalaian dari pelaksana pekerjaan .
Ketika sudah mengetahui informasi kejadian tersebut, pihak kepolisian harus melakukan penyelidikan terhadap kematian seseorang itu ,apakah kematian itu karena kelalaian korban sendiri atau kelalaian dari pihak pengerjaan proyek yang tidak memberikan K3 pada pekerjanya .
Walaupun saat ini korban tidak ada lagi di daerah Solok, pihak kepolisian tetap bisa melakukan penyelidikan terhadap kasus ini sehingga ada transparansi hukum dalam hal ini agar masyarakat tau sejauh mana proses hukumnya , terlepas korban orang mana, mau orang Jawa, Sunda atau yang lainnya tetap di lakukan penyelidikan .
“yang namanya kematian orang, harus di periksa sebab kematiannya , apakah ada unsur kelalaian atau kesengajaan. Atau ada tindak pidana lain yang menyebabkan harus ada penaggung jawab pidana terhadap orang yang memberi kerja atau yang menyuruh bekerja,” tegasnya.
Sebab katanya, perihal Kelalaian yang Menyebabkan Kematian,itu sangat jelas sekali sanksi hukumnya, sebagaimana diatur di Pasal 359 KUHP, yang berbunyi: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
“Hal ini sama degan kasus kerusuhan di Sepakbola Kanjuruha, karna ada unsur kelalaian harus di periksa pemilik kerjanya atau pengawas lapangannya , kelalaian yang di maksud bisa jadi pengamanan kerja seperti Septi, helm sepatu boat dan lainnya ,kalau terjatuh bisa saja langsung kebawah , tapi karena tidak ada tali pengamannya sehingga dengan mudah langsung terjatuh. Tapi yang jelas kelangkapan pekerja harus di berikan oleh pelaksana kerja atau orang yang menyuruhnya bekerja ini sesuai dengan Undang undang Jasa Konstruksi,” tutup Mevrizal tegas. (W/Eli)