Kab. Solok, Denbagus.co__Mulai berjalannya program Makan bergizi gratis (MBG) yang disalurkan melalui Satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di berbagai daerah di Indonesia, sebagai usaha nyata pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penguatan gizi bagi anak sekolah sepertinya terus menjadi sorotan publik dan dirasa perlu evaluasi menyeluruh.
Dibalik tujuan mulia pemerintah kepemimpinan pasangan Presiden-Wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakanbuming untuk mewujudkan generasi Indonesia emas 2045 nanti, program yang terbilang sangat baru ini sering menjadi trending di media sosial karena diduga adanya kelalaian pengawasan dan operasional sehingga di beberapa tempat, banyak anak sekolah yang keracunan makanan. Seperti halnya yang terjadi di SMPN 1 Cisarua baru-baru ini, ada 115 anak yang ramai diberitakan keracunan makan bergizi gratis, bahkan sempat juga terjadi di Sumatera Barat.

Tetapi, dibalik banyak kejadian keracunan makanan pada anak yang menjadi topik trending dibanyak media di berbagai daerah tersebut. Selain pengawasan pengolahan makanan untuk menghindari keracunan, publik menilai masih ada aspek lain yang perlu terus menjadi kajian bagi pemerintah terkait program MBG yang sedang berjalan, seperti terkait syarat kelayakan berdirinya SPPG, pengolahan limbah, kesehatan dan keselamatan, serta kesejahteraan tenaga kerja di SPPG itu sendiri, termasuk terkait kewajiban pajaknya. Dimana hal ini tentunya juga sangat penting untuk terus di evaluasi, termasuk porsi keterlibatan pemerintah daerah setempat dalam program tersebut.
Sebab, lepas dari resiko keracunan makanan yang terus bergulir di berbagai pemberitaan paltform media di Indonesia, beberapa aspek penting lainnya, sesuai dengan penelusuran denbagus.co dilapangan, khusus di Kabupaten Solok. Keterlibatan pemerintah daerah setempat terlihat masih sangat minim dan ini tentunya perlu ditingkatkan, dan porsinya harus lebih jelas dan detail lagi.

Karena bahkan pada beberapa dinas terkait, mereka belum mengetahui bagaimana program MBG ini berjalan, Pemkab Solok melalui dinas-dinas terkait tidak mengetahui berapa dapur SPPG yang sudah berjalan, status tenaga kerja di SPPG juga tidak jelas, pengelolaan limbah di beberapa SPPG juga tidak jelas.
Sebagai mitra yang dipilih oleh pemerintah, SPPG selayaknya tentu tidak jauh berbeda dengan rekanan atau pihak ketiga dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah lainnya. Seluruh aspek usaha seharusnya menjadi perhatian dan melalui prosedural yang benar, seperti yayasan atau non yayasan yang menjadi mitra mestinya memiliki NIB, standar pendapatan bagi pekerja harus jelas, termasuk jaminan kesehatan dan keselamatan mereka juga didaftarkan melalui BPJS, dan yang tidak kalah penting proses penanganan limbah juga seharusnya di atur dengan baik, sehingga tidak menggangu, bahkan merusak lingkungan.

Dari seluruh aspek itu, mestinya disinilah peran pemerintah daerah setempat sebagai penopang program MBG terus berjalan, sehingga program MBG tidak hanya terkesan sebagai program mencari keuntungan bagi para investor saja. Apalagi, jika SPPG yang ada dikelola oleh yayasan yang berasal dari luar Kab. Solok, pajaknya tentu juga perlu perhatian. sehingga dengan program MBG ini, apa yang menjadi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam program bisa tercapai.
Contoh sederhana, sesuai dengan laporan salah satu masyarakat Nagari Singkarak kepada media Denbagus.co, yakni masalah pengelolaan limbah di dapur SPPG Singkarak yang dikelola oleh yayasan perubahan perbaikan anak bangsa yang diduga berasal dari luar Kab. Solok. Dimana limbah minyak dan sabun dan bahan lainnya dari bekas pencucian , bahkan parahnya limbah hasil pengolahan makanan MBG ini diduga langsung di buang ke alam. Parahnya SPPG ini, NIB nya sama sekali belum terdaftar di OSS yang datanya dikeluarkan oleh bidang perizinan DPMPTSP Naker Kab. Solok.
Ini tentunya sangat berbahaya, selain menimbulkan bau yang menyengat, menghadirkan jentik nyamuk, yang paling parah itu aliran limbah SPPG ini langsung mengalir ke Danau Singkarak yang tak lain adalah salah satu Danau yang terdaftar di Geopark Nasional, yang mesti dijaga keberadaan serta kelestariannya, termasuk dengan segala habitat di dalamnya.
Memproduksi 3500 porsi makanan dalam satu hari selama bertahun-tahun bukanlah jumlah yang kecil, setiap orang bisa membayangkan berapa limbah dapur SPPG yang secara terus menerus masuk ke dalam Danau Singkarak, dalam waktu jangka panjang, tentunya sangat dikhawatirkan dapat merusak ekosistem dan habitat yang ada, terutama keberadaan ikan endemik Singkarak (Ikan Bilih) yang cuma ada satu-satunya di Indonesia.

Berikut hasil wawancara Denbagus.co dengan beberapa Dinas terkait di Kab. Solok, terkait berapa jumlah SPPG dan sejauh mana peran dinas dan bidang terkait di Kab. Solok dalam program MBG:
Kabid Perizinan DPMPTSP Naker, Eka Trisna, SS
“Iya, kalau untuk MBG harus mendaftar, tetapi tidak harus di DPMPTSP, tetapi mendaftar ke ‘OSS’ saja. Kemudian nanti terbitlah nomor induk berusahanya, maka nanti akan tercantum lima digit nomor induk berusaha, misalnya 56290 untuk usaha catering yang akan berbunyi di NIB,” ujar Eka Trisna. Rabu(15/10/2025) melalui panggilan dan chat Whatapps.
Dikatakannya, sesuai data yang ditarik dari sistem Online Single Submission (OSS), sudah ada 22 SPPG yang sudah yang memiliki NIB.
Dimana dari data tersebut, diketahui, dua diantaranya yang menjadi user dapur MBG ini, tercatat adalah milik anggota DPRD Kab. Solok
Tetapi juga diakui Trisna, walau sudah berjalan di Kab. Solok, untuk jumlah dapur Dinas DPMPTSP Naker belum mendapatkan data pasti, tetapi disampaikannya bahwa, baru saja menerima instruksi dari Kepala Dinas DPMPTSP Naker, untuk segera mencari data pasti dengan bersurat kepada masing-masing kecamatan yang ada di Kab. Solok.
Kabid Tenaga Kerja DPMPTSP Naker Kab. Solok, Maifendri, S. Kep
“Selama ini yang kita ketahui, secara bidang belum ada SPPG yang melaporkan data ketenagakerjaan mereka dan berapa jumlah tenaga kerja yang ada disana,” katanya. Selasa (14/10/2025) diruang kerjanya.
Lanjutnya, jika itu mempekerjakan orang, setiap SPPG itu seharusnya melaporkan berapa orang karyawan (pekerja) mereka. Kemudian membuat semacam perjanjian kerjanya, disitu nanti akan tertulis berapa gajinya, termasuk disana juga akan dicantumkan bagaimana tanggungan perusahaan terhadap BPJS kesehatan dan ketenakerjaan para karyawan, cuma untuk kondisi terkini, di Kab. Solok belum ada yang sampai kesitu.
“Karena itu belum ada laporan kekita, maka kita belum ada melakukan tindakan apa-apa, jika itu sudah ada, kedepan kita mungkin bisa melakukan pembinaan terkait dengan ketenagakerjaan tersebut, karena apapun bidang usaha, kita meyakini ada resiko mengikuti” imbuh Maifendri.
Kepala Dinas lingkungan hidup (DLH) Kab. Solok, Asnur, SH. MM didampingi Sekretaris Herman Hakim
“Sepengetahuan kami baru ada tiga SPPG yang ada di Kab. Solok, karena baru cuma itu yang melapor kepada kami, dan sudah ada MOU dengan DLH baru dua SPPG,” tutur Asnur. Selasa (14/10/2025) di ruang kerjanya.
Kemudian,dikatakannya terkait tentang operasional MBG, sesuai dengan aturan kementerian lingkungan hidup, semua kegiatan itu harus mendapatkan izin lingkungan. Tetapi kemungkinan dengan MBG perizinannya mungkin lewat dinas perizinan, dan seharusnya ketika terbit NIB, Surat pernyataan pengelolaan lingkungan hidup (SPPL) langsung keluar di OSS, tetapi walaupun mereka punya SPPL, mereka harus meregister ke DLH Kab. Solok, itu baru sah perizinannya.
“Untuk MBG ini kita belum tahu kapasitasnya, kita belum ada kajiannya, jadi apakah ini cukup dengan SPPL saja atau UKL/ UPL, dan itu tidak bisa kita sendiri Dinas Lingkungan Hidup, tetapi mengundang seluruh stakeholder terkait,” tambah Asnur.
imbuhnya lagi, terkait sampah dan limbah Dinas lingkungan hidup punya tugas pengawasan, tetapi yang kita awasi itu adalah kegiatan-kegiatan yang sudah memiliki izin, untuk kegiatan yang belum ada izin biasanya kita bertindak setelah ada pengaduan, seperti sekarang ada konfirmasi terkait efek limbah dari MBG, kita pasti turun.
Undang-undang lingkungan hidup itu berdiri sendiri, dan itu kuat, tidak bisa tawar menawar. Kita anggap informasi ini sebagai pengaduan dan kita akan lihat kelapangan, kita juga akan berikan masukan kepada pimpinan,” Pungkasnya mengakhiri.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Solok, Zulhendri, SKM. M.Kes
“Rencana Dapur yang ada di Kab. Solok itu, ada 34 Dapur SPPG. Yang sudah berjalan baru ada lima, terus ada beberapa yang dalam persiapan,” sebut Zulhendri melalui panggilan Whatapps. Kamis (16/10/2025)
Kemudian, terkait dengan peran dinas kesehatan, dikatakannya sesuai dengan surat edaran terbaru dari Menteri Kesehatan, bahwa untuk sertifikat layak higens sanitasi, sebelumnya calon mitra mendaftar melalui OSS, dengan rekomendasi Dinas Kesehatan dan Dinas Pariwisata, ternyata dengan surat edaran terbaru, prosesnya disederhanakan, dapur SPPG dianggap skalanya kecil oleh kementerian, untuk sertifikat higens sanitasi itu hanya diterbitkan oleh Dinas Kesehatan pemerintah daerah setempat.
Dimana persyaratannya adalah
1. Ada surat rekomendasi dari BGN
2. Surat permohonan sertifikat layak higens sanitasi
3. Pelatihan penjamah makanan
4. Inspeksi kesehatan lingkungan
5. Dan syarat lainnya sesuai aturan dari BGN
(Miler)