Kabupaten Solok, Denbagus.co-Usia tidaklah menghalangi untuk menyelesaikan pendidikan. Diumur yang mulai menapak senja, pemilik nama lengkap Syafliwardi ini akhirnya ia mampu menggapai impian dengan maraih gelar Sarjananya.
Ditengah derasnya arus informasi, kehadiran wartawan yang memegang teguh etika dan hati nurani menjadi penting. Sosok itu hadir pada diri Billy Guntala, putra Kabupaten Solok yang pada Kamis, 28 Agustus 2025 mencatat sejarah pribadi.
Walau dengan tertatih tatih, Senin, 1 September 2025, ia dinyatakan lulus ujian komprehensif di Universitas Mahaputra Muhammad Yamin (UMMY) dan resmi menyandang gelar Sarjana Hukum (S.H.). Dan rencananya, Wisuda ke-64 UMMY Solok akan digelar pada 4 November 2025 mendatang.
Berhasil menyelesaikan Draft Skripsinya yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 23/Pid.Sus/2024/Pn Slk Atas Tindak Pidana Pemilu 2024,” yang dibimbing oleh dosen pembimbing, Ibu Yulfa Mulyeni, S.H., M.H. Sebagai pembimbing 1, dan Bapak Eri Arianto, S.H., M.H. Sebagai pembimbing I.
Sementara dosen pengujinya adalah Ibu Rifqi Devi Lawra S.H,M.H, Dekan Fakultas Hukum Ummy Solok, Ibu Dr.Yulia Nizwana S.H,M.H selaku Ketua Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Ummy Solok, dan Ibu Dr.Aermadepa, S.H.,M.H.
Pencapaian akademik ini bukan hanya kebanggaan keluarga, tetapi juga mempertegas kiprahnya sebagai jurnalis. Dengan bekal ilmu hukum, semakin percaya diri dalam menulis isu-isu publik, mengkritisi kebijakan, dan memberi apresiasi terhadap langkah-langkah positif pemerintah maupun masyarakat.
Wartawan yang Rendah Hati
Akrab dipanggil Billy Guntala, sejak awal menapaki dunia jurnalistik, ia dikenal rendah hati dan mudah bergaul. Ia akrab dengan pejabat maupun masyarakat biasa. Namun sikap ramah tidak membuatnya kompromi terhadap kebenaran.
Dalam karya jurnalistiknya, ia tetap kritis dan berani menyampaikan fakta. Baginya, wartawan adalah cermin masyarakat yang wajib menghadirkan kebenaran, meski pahit.
Kritik dan Kontrol Sosial
Billy kerap menulis kritik terhadap kebijakan pemerintah di Kabupaten dan Kota Solok. Kritik yang ia hadirkan tidak bertujuan menjatuhkan, melainkan berfungsi sebagai kontrol sosial.
Ia sadar bahwa pemerintah bisa terjebak dalam zona nyaman bila tak ada suara kritis. Namun ia juga meyakini, kritik tanpa solusi hanya menambah masalah. Karena itu, ia selalu berusaha memberi jalan keluar, sehingga tulisannya menjadi cermin yang membangun, bukan cambuk yang melukai.
Apresiasi dan Energi Positif
Selain kritik, tulisannya juga memberi ruang apresiasi. Ia menulis tentang keberhasilan program pemerintah, mengangkat prestasi anak muda, serta menyoroti inisiatif warga. Menurutnya, apresiasi adalah energi positif yang memotivasi orang lain untuk terus berkarya. Media, katanya, tidak hanya berfungsi mengabarkan masalah, tetapi juga menyebarkan inspirasi.
Peka terhadap Isu Lokal
Sebagai putra daerah, Billy paham betul denyut nadi masyarakat Solok. Ia mengerti persoalan tanah ulayat, memahami dinamika adat, dan merasakan langsung keterbatasan pelayanan publik.
Kedekatan ini membuat tulisannya lebih berbobot, karena tidak hanya melaporkan peristiwa, melainkan juga mencerminkan suara masyarakat.
Bagi warga, ia menjadi penyambung lidah aspirasi. Bagi pemerintah, tulisannya memberi masukan berharga. Peran ganda ini menempatkannya sebagai jurnalis yang bukan sekadar pencatat fakta, tetapi juga penggerak wacana publik.
Ilmu Hukum untuk Jurnalisme Tajam
Keberhasilan meraih gelar sarjana hukum memperkuat kiprahnya. Dengan pemahaman hukum, ia lebih kritis membaca regulasi, lebih matang menilai kebijakan, dan lebih jernih menulis opini. Billy menyadari pembangunan daerah tidak hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal keadilan dan kepastian hukum.
Menjaga Etika Jurnalistik
Di tengah maraknya media yang mengejar sensasi, Billy tetap berpegang pada etika jurnalistik. Ia menolak gosip, menghindari framing yang menyesatkan, dan selalu melakukan verifikasi. Prinsip ini membuat tulisannya dipercaya berbagai kalangan, karena lahir dari kerja jurnalistik yang bertanggung jawab.
Penutup
Billy Guntala adalah contoh wartawan yang menjadikan pena sebagai pengabdian. Dengan rendah hati ia membangun jejaring sosial, dengan tulisan kritis ia mengawal kebijakan, dengan apresiasi ia memberi energi positif. Gelar Sarjana Hukum yang diraih pada 1 September 2025 menandai tonggak baru dalam hidupnya.
Sejak hari itu, langkahnya semakin mantap: menulis untuk membangun, mengkritik untuk memperbaiki, dan mengabarkan untuk memberi inspirasi.(**)