Penulis: Miler Krisdoni (Wartawan Madya)
Denbagus.co—Miris…, dan sangat memprihatinkan. Masih dalam perjalanan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat saja, masih ada Calon Legislatif (Caleg) yang mudah terbawa perasaan atau istilah sekarang lebih dikenal dengan istilah ‘baperan’ dan terkesan anti kritik.
Terus bagaimana jadinya, ketika Caleg itu nantinya mewakili masyarakat di DPRD Propinsi atau jadi pemimpin di propinsi Sumatera Barat yang akan mewakili puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu rakyatnya. Jangan-jangan rakyat ‘badarai’ ini kenyang dimarahin terus, seperti waktu itu. Atau bisa jadi rakyat yang tak tak tahu apa-apa juga di makinya ‘pengecut’.
Terus apa jadinya jika tidak lagi bisa menerima masukan. Parahnya yang di kritik baru sebatas rencana program kerja ‘Ambulans’ yang katanya akan diperjuangkan untuk 9(sembilan) nagari saja, itupun dengan menyudutkan pemerintah.
Anehnya lagi, bahkan ketika di kritik malah berbalik membuat alasan pembenaran, dan malah mencarikan kesalahan lain hanya untuk menutup kekurangan yang dilakukannya. Huff…
Seperti halnya terjadi di Kab. Solok. Dimana ada Caleg yang dulu sopan dan santun dalam berbicara, cerdas dalam berkata-kata. Sekarang seakan kehilangan jati diri atas konsekuensi langkah politik yang di buatnya sendiri dengan mengkambing hitamkan orang lain.
Bahkan yang dikritik baru sebatas program untuk kampanye, bagaimana kalau itu sudah menjadi sebuah keputusan. Bisa gawat bukan…..?
Dia yang dulunya dikenal tokoh, kini seperti anak kecil yang “merengek” ketika mainannya direbut orang lain, dengan kaki meronta-ronta, mulutpun mulai tak segan memaki orang lain dengan sebutan tak beretika. Dia yang dulu dipuja, kini perlahan mulai menampakkan topeng kemunafikan yang begitu lama disembunyikan.
Dia yang sekarang sudah sangat pemarah, sudah hobi maki-maki orang, bahkan wartawan sekalipun tak lepas dari bullying-nya. Saking ambisius sang Caleg itu….. atau bisa jadi, tidak terpilih dan tidak duduk menjadi anggota dewan propinsi Sumbar, tim sukses-pun bisa jadi sasaran kemarahan.
Cerita-cerita punya cerita, bahkan tokoh ini tidak hanya hobi marah-marah sekarang, ternyata seluruh orang kampungnya juga tahu, kalau dulunya Caleg itu juga sudah pemarah, bahkan tak segan-segan “mempercarutkan” Bupati Sebelumnya yang pernah memimpin di Kab. Solok. Mirisnya lagi dia melakukannya ditempat orang meninggal, yang notabene merupakan lokasi orang sedang berduka cita. Parah bukan…., tapi biarlah itu urusan dia dan etikanya lah.
Takutnya dia marah lagi, dan bilang “urus saja moralmu” he..he…kira-kira begitulah.
Miris memang….., tapi seperti kata papatah “Sepandai-pandainnya menyimpan kebusukan, lama-lama akan tercium juga”. Untuk itu kita yang masyarakat ‘badarai’ ini kadang hanya bisa menyaksikan kelucuan mereka.
Harusnya sebagai tokoh, apalagi orang yang akan memegang amanah rakyat banyak, harusnya bisa menerima segala kritikan dan masukan, bukan sebaliknya hobi mencari alasan, bahkan menyalahkan orang yang mengkritik. Tentunya sikap itu sangat tidak terpuji bagi seorang calon pemimpin.
Harusnya sebagai pemimpin, jika dia adalah muslim, bisa belajar dari kepimpinan Rasulullah dalam menghadapi masukan dan kritikan sebagai seorang ‘Umara’.
Sebagaimana pernah dimuat iqra.republika.co.id yang dikutip dari buku yang berjudul ’99 Resep Hidup Rasulullah’ karya Abdillah F. Hasan, sebagaimana Rasulullah SAW, Beliau bukanlah orang yang antikritik. Beliau adalah manusia biasa yang perlu masukan dari para sahabatnya. Saat terjadi perang Badar, pasukan Muslimin berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar dan Beliau memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai musuh.
Salah seorang sahabat yang pandai strategi perang, Khahab ibn Mundzir ra berdiri menghampiri Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang?”
Beliau menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang.”
Kemudian Khahab menjelaskan, “Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya.”
“Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum,” kata Khahab.
Apakah Rasulullah SAW marah dikritik oleh Khahab? Tidak, beliau berpikir lalu menyetujui kritikannya sambil tersenyum.
“Pendapatmu sungguh baik.” Malam itu juga, Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakan usulan dari Khahab tersebut. Dimana akhirnya kaum Muslimin memenangkan peperangan tersebut dengan telak.
Sejatinya kritik ibarat pedang, bisa berguna maupun jadi malapetaka, tergantung diri kita menyikapinya. Umumnya orang-orang yang berpikiran negatif akan menanggapi kritik sebagai senjata yang menghunus dirinya. Sebaliknya orang-orang yang berpikir positif selalu menjadikan kritik sebagai cermin yang memberi gambaran diri yang sebenarnya.
Sepertinya juga pernah disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang sekarang menjadi salah satu Calon Wakil Presiden Indonesia.
Dikutip dari MR.id. Dikatakannya, sebagai seorang calon pemimpin atau pemimpin, tidak boleh anti kritik. Justru ia harus bisa menerima kritikan.
“Nggak boleh jika pemimpin antikritik. Harus siap menerima kritikan,” kata Mahfud saat mengisi kuliah umum dengan tema Peluang dan Tantangan Demokrasi yang Bermartabat di Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Jawa Timur, Senin (16/10/2023).
Ia mengutip pernyataam almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mahfud mengatakan, Gus Dur sangat menyambut baik kritikan yang tertuju kepada Pemerintahan saat itu.
Sebab, bagi Gus Dur, kata Mahfud, kritik adalah instrumen penguat sistem Pemerintah.
“Lho kenapa takut dikritik, kritik itu justru vitamin. Vitamin bagi kesehatan Pemerintahan kita, itulah kritik, jangan dibungkam,” ujarnya.
Justru bagi Mahfud, ketika ada pemimpin yang anti terhadap kritikan, maka kemungkinan besar ia sedang melakukan kesalahan yang tengah berusaha keras disembunyikan.
“Orang yang membungkam kritik pasti membuat kesalahan yang disembunyikan,” tegasnya. (*)