Kabupaten Solok, Denbagus.co-Terbitnya Surat Telegram (ST) dari Kapolri untuk melakukan penundaan sementara proses hukum yang melibatkan para peserta Pemilu 2024, pada kasus-kasus tertentu menjadikan sebuah keraguan terhadap penegakan supremasi hukum di tanah air.
Seperti halnya yang tertuang dalam ST Kapolri Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023. Dimana pihak kepolisian harus menunda pemeriksaan baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan terhadap para calon yang sudah resmi ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif, dan Calon Kepala Daerah sampai seluruh rangkaian proses dan tahapan Pemilu selesai.
Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kondusifitas serta mengantisipasi adanya ‘black campaign’ atau kampanye hitam kepada para peserta Pemilu selama perhelatan demokrasi digelar.
Disisi lain, penegakan supremasi hukum dinegeri ini harus selalu ditegakkan demi menjamin perlakuan hukum yang sama bagi seluruh masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun.
Seperti kasus dugaan pemerkosaan yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Solok, yang diduga pelakunya adalah ‘DH’ oknum pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok yang juga merupakan Calon Anggota Legislatif pada Pemilu 2024.
Menanggapi kejadian ini, Sekretaris Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Padang Mevrizal SH, MH, mengatakan, bahwa tidak seluruh proses hukum yang melibatkan para peserta Pemilu dapat dihentikan sementara atau ditunda.
Dijelaskannya, dalam menjaga kondusifitas Pemilu 2024 dirinya sangat setuju dengan aturan yang dilahirkan oleh Kapolri untuk penundaan sementara terhadap seluruh proses hukum bagi para peserta Pemilu. Namun, disisi lain Mevrizal juga menyampaikan bahwa tidak seluruh proses hukum tersebut harus dihentikan.
Menurutnya proses hukum itu tidak tebang pilih, artinya tidak ada sangkut-pautnya sebuah kasus pemerkosaan dengan keberadaan seseorang sebagai Calon Anggota Legislatif.
“Memang sudah ada petunjuk melalui ST Kapolri tersebut, namun ST itu adalah sebuah peraturan yang sifatnya kebijakan, sementara kasus pemerkosaan jelas diatur dalam undang-undang, dan undang-undang itu tidak dapat terhenti dengan sebab politik. Orang diperkosa, terus ditunggu dulu Pemilu selesai, berarti kita keliru dalam menafsirkan ST Kapolri,” jelas Mevrizal.
Untuk itu Mevrizal menegaskan, untuk kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan pejabat publik di Kab. Solok mesti diproses lanjut secepatnya. Sehingga ada kepastian hukum yang jelas bagi terlapor.
“Kasus ini mesti di lanjutkan, dan diprosesnya secepat di tingkat kepolisian, sehingga seluruh pihak yang terkait dengan dugaan kasus pemerkosaan ini memiliki kepastian hukum yang jelas. Jadi tidak mesti juga harus menunggu masa Pemilu Legislatif selesai,” pungkas Mevrizal.(Willy)